Merpati Nusantara Airlines, Kiprah danTantangan
Sekilas Sejarah
Merpati Nusantara Airlines merupakan salah satu perusahaan penerbangan yang tertua dan pernah menjadi yang terbesar di Indonesia. Berawal dari keberhasilan Angkatan Udara Republik Indonesia dalam membangun jembatan udara di Kalimantan, yang menjadi dasar bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk mendirikan suatu perusahaan negara yang berada di bawah lingkungan departemen perhubungan. Maka pada tanggal 6 September 1962, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1962, maka Merpati Nusantara Airlines didirikan dengan bermodalkan 2 pesawat Dakota DC-3 dan 4 pesawat deHavilland Otter.
Merpati Nusantara Airlines mengawali operasional dengan mendobrak keterisolasian daerah-daerah terpencil dengan menghubungkan kota Banjarmasin, Pangkalanbun, Sampit serta Pontianak.
Setelah diserahkannya wilayah Irian Jaya dari kekuasaan kolonial Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia, Merpati Nusantara Airlines mendapat limpahan hak operasi di daerah timur Indonesia dan kepemilikan pesawat eks Perusahaan penerbangan Belanda NV De Kroonduif dari Garuda Indonesia pada awal tahun 1964 dan Merpati menerima tiga pesawat Dakota DC – 3, Dua Twin-Otter pioneer dan Satu Beaver.
Pada tahun 1970 merupakan awal perkembangan bagi Merpati Nusantara Airlines, pada usia yang sewindu, Merpati Nusantara Airlines telah mampu mengembangkan operasinya dengan menerbangkan rute-rute jarak-pendek, sedang dan juga jarak jauh, sesuai dengan konsensi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia meliputi seluruh wilayah Nusantara, bahkan sampai ke negara tetangga, seperti rute Pontianak-Kuching dan Palembang-Singapura.
Pada tahun 1975 – 1978 dengan kemantapan manajemen dan jaringan operasional yang semakin luas, maka tumbuhlah kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan Merpati Nusantara Airlines dengan diserahkan tugas untuk angkutan Jemaah Haji dengan menggunakan pesawat Boeing 707.
Dengan kemampuan armadanya sebanyak 37 pesawat, Merpati Nusantara Airlines telah dapat menghubungkan 97 kota di 19 kota propinsi di Indonesia di samping melayani penerbangan reguler domestik, Merpati Nusantara Airlines juga melayani penerbangan borongan Internasional (charter flight) untuk rute Manila – Denpasar dan rute Los Angeles – Denpasar dengan Boeing 707 pada tahun 1976.
Dan pada tahun 1978 dalam rangka memantapkan penyelenggaraan penerbangan nasional secara terpadu, maka Pemerintah mengalihkan penguasaan Modal Negara Republik Indonesia dalam Merpati Nusantara Airlines pada PT. Garuda Indonesia Airways hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1987, dan dengan demikian Merpati menjadi anak perusahaan PT. Garuda Indonesia Airways.
Pada tahun 1991, Merpati Nusantara Airlines menambah jaringan operasi penerbangan lintas batas dengan membuka rute Kupang – Darwin.
Pada tahun itu pula Merpati Nusantara Airlines meresmikan Merpati Maintenance Facilty (MMF) sebagai pusat perawatan pesawat dan Merpati Training Center (MTC) sebagai pusat pendidikan dan pelatihan industri jasa penerbangan yang terletak bersebelahan dengan Merpati Maintenance Facility.
Kondisi Krisis
Kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, berdampak pada kondisi keuangan Merpati Nusantara Airlines. Lonjakan nilai tukar Dollar Amerika dan kenaikan Bahan bakar Avtur, menyebabkan kinerja operasional dan keuangan perusahaan terganggu.
Pihak manajemen Merpati Nusantara Airlines terus berusaha menanggulangi krisis dengan berbagai jalan, diantaranya adalah tahapan-tahapan restrukturisasi di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan posisi kompetitif Merpati Nusantara Airlines melalui penajaman Focus bisnis inti sebagai commercial air transportation dan penciptaan competence related business melalui strategic Business Unit (SBU).
Pada awal 2000, ditengah badai krisis yang terus mendera, Merpati Nusantara Airlines berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9002 bagi Merpati Maintenance Facility, Surabaya.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak; meskipun berbagai usaha telah dilaksanakan, kondisi Merpati Nusantara Airlines yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, tetap sulit untuk berkembang.
Sejak deregulasi penerbangan di Indonesia dilgulirkan, bermunculan perusahaan-perusahaan penerbangan swasta yang membawa era baru bagi penerbangan di Indonesia.
Pakem-pakem konservatif bisnis penerbangan berguguran, contohnya adalah penerapan tarif sub-classes, no-frills (low-cost carriers), dan lain-lain.
Hal ini menciptakan iklim persaingan yang ketat dan “aturan main” yang baru dibidang bisnis yang padat biaya dan resiko ini.
Pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham terbesar (95,8% dan sisanya, 4,2% dimiliki Garuda Indonesia) beberapa kali mengucurkan bantuan keuangan untuk menyehatkan kondisi keuangan Merpati Nusantara Airlines.
Bahkan pada sejak tahun 2008, dengan alasan untuk memulihkan kondisi keuangan perusahaan, maka dilaksanakan program-program pengurangan pegawai untuk memangkas jumlah pegawainya sebanyak lebih dari 1000 orang.
Meskipun jumlah karyawan telah berkurang banyak, kondisi keuangan Merpati Nusantara Airlines tak kunjung membaik. Mengapa?
Selain bantuan dana, ada hal lain yang dibutuhkan untuk menyehatkan Merpati Nusantara Airlines di tengah “aturan main baru” bisnis penerbangan di Indonesia, yaitu strategi bisnis yang tepat.
Dan kunci utamanya adalah ketersediaan armada sebagai alat produksi utama.
Dengan ketersediaan armada yang cukup, maka beberapa key point indicator (KPI) sebuah perusahaan penerbangan akan tercapai. Diantaranya adalah: on-time performance yang tinggi, sinkronisasi passenger connectivity, dan lain-lain; dimana hal-hal tersebut akan berujung pada tingginya kepercayaan pasar dan pendapatan (revenue) yang tinggi.
Kerjasama Operasi
Sejak tahun 2004, sebetulnya Merpati Nusantara Airlines telah menemukan salah satu strategi yang bagus dan boleh dibilang sukses, yaitu Kerjasama Operasi (KSO). Diantaranya: Kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Merauke (Papua), Sampit (Kalimantan), dan lain-lain.
KSO ini bisa dijadikan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan armada, baik melalui mekanisme investasi ataupun subsidi mengambang.
Model KSO yang dikembangkan oleh Merpati Nusantara Airlines, telah banyak ditiru dan diadopsi oleh perusahan-perusahaan penerbangan swasta.
Sayangnya, potensi ini tidak dikembangkan dengan baik, sehingga sampai sekarang ketersediaan armada masih menjadi kendala utama di perusahaan plat merah ini.
Untuk tahap awal “kebangkitan”, strategi bisnis yang bisa dijalankan adalah strategi penambahan armada. Dan dengan keterbatasan modal yang ada, maka KSO adalah jalan keluar untuk itu.
Hal yang harus dilakukan adalah menyusun model-model KSO yang disesuaikan dengan kebutuhan armada serta mitra yang menjadi target kerjasama.
Pemilihan Armada
Dengan memperhatikan kondisi perusahaan sekarang ini serta perkembangan operator penerbangan yang menjadi pesaing, dibutuhkan strategi pemilihan armada yang tepat, dimana menyesuaikan kekuatan modal dan kondisi pasar penerbangan domestik di Indonesia.
Pemilihan armada jet berkapasitas sedang yang mampu tinggal landas dan mendarat di bandara-bandara kota Kabupaten serta armada propeller dengan kemampuan STOL (Short Take Off and Landing) adalah pilihan yang bijaksana. Seperti : B737-200, B737-500, F100 (jet) dan DHC6-400, C212 (propeller)
Hal tersebut akan menghindarkan Merpati Nusantara Airlines dari persaingan head to head dengan operator-operator swasta bermodal besar yang mampu membiayai pesawat-pesawat terbang besar dan baru.
Rute-rute potensial Merpati Nusantara Airlines yang sedang dijalani :
Denpasar-Mataram pp, Surabaya-Bandung pp, Bandung-Batam pp, Surabaya-Sampit pp, Jakarta-Sampit pp, Denpasar-Bima pp, Makasar-Luwuk pp, dan lain-lain.
Peluang Rute untuk mendapatkan revenue maksimal :
Banjarmasin-Bandung pp, Balikpapan-Bandung pp, Makasar-Bandung pp, Balikpapan-Semarang pp, Sampit-Semarang pp, Makasar-Denpasar pp, dan rute-rute low density lainnya.
Jaringan Distribusi
Salah satu kelemahan sekaligus kekuatan Merpati Nusantara Airlines adalah pada jaringan distribusi (channel distribution), dimana dengan sistem e-ticket dan jumlah agen penjualan yang menyebar di hampir seluruh Nusantara mempunyai potensi untuk peningkatan penjualan, sayangnya tidak ada keseragaman dan standar yang baku pada tiap-tiap Kantor perwakilan Merpati Nusantara Airlines di daerah-daerah, sehingga program-program yang dikeluarkan oleh Divisi Penjualan tidak bisa optimal.
Dengan penataan jaringan distribusi dan kantor perwakilan, maka akan bisa memperluas cakupan pasar dan menjaring pelanggan.
Kemudahan pelayanan pelayanan pembukuan (reservasi) dan penjualan tiket juga akan meningkatkan daya saing dalam hal penguasaan pasar. Perlu dipertimbangkan untuk membangun call center 24 jam yang akan memberikan manfaat lebih baik bagi pelanggan juga bagi Merpati sendiri. Karena dengan adanya call center, selain akan memberikan kemudahaan komunikasi antara pelanggan dengan Merpati, juga tentu saja akan menyumbangkan efisiensi biaya yang tidak sedikit, dibandingkan dengan biaya pengadaan Local Reservation di masing-masing Kantor Perwakilan.
Kemudahan prosedur top-up bagi agen-agen penjualan yang berjumlah ribuan akan mendorong peningkatan penjualan di jaringan distribusi, contoh : setoran top-up melalui ATM.
Harapan
Saat ini, harapan untuk kembali berkiprah dan berkembang di dunia bisnis penerbangan Indonesia bertumpu kepada jajaran manajemen baru yang dipimpin oleh Capt. Sardjono Jhony Tjitrokusumo yang menerima tantangan untuk membawa Merpati Nusantara Airlines mengarungi dan berkibar di udara Nusantara.(nuraini)